PEJABAT, TIKUS, PEDAGANG

Beberapa hari yang lalu, aku bertemu dengan seorang pejabat Dinas Perindusrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Sukoharjo di Pasar Bekonang, Kecamatan Mojolaban. 

Pejabat dinas itu berkata, "Wartawan suka cari sensasi. Masalah kecil dibesar-besarkan. Pedagang yang mengeluh cuma lima orang dibesar-besarkan sampai berhari-hari. Tapi ratusan pedagang yang nggak mengeluh, ndak pernah jadi berita besar. Apa ndak ada berita lain?" kata dia.

Saya jawab "Pejabat pemerintah sukanya juga menutup-nutupi keluhan pedagang, biar dinilai kerjanya beres, padahal enggak. Lebih baik jenengan memperhatikan ratusan pedagang, mendengarkan dan memperhatikan keluhan lima pedagang,daripada beralasan dan membenarkan pekerjaan jenengan yang belum beres. Kalau nggak mau diberitakan yang enggak-enggak, ya bekerjalah yang benar, Pak. Jangan salahkan kerja wartawan, sebab memang sudah kerjaan kami untuk ngawasin kerja pemerintah," kataku agak dongkol.

Pejabat tersebut sebetulnya tidak terlalu berpangkat. Dia hanya staf. Sebagai wartawan, saya tersinggung dengan perkataannya. Saat itu di Pasar Bekonang memang sedang direnovasi. Tapi menurut sebagian pedagang, renovasi yang dilakukan tidak maksimal. Mereka masih mengeluhkan sejumlah fasilitas yang tak bisa memfasilitasi mereka berdagang seperti sebelumnya. 

Memang sih, bangunannya semakin bagus. Tapi ruang berdagang mereka kian sempit. Kalau mau agak luas, mereka diminta untuk menyewa dua kios. Ada lagi yang mengeluhkan atap yang masih terbuka di bagian tengah. Para pedagang khawatir kalau hujan, air akan tumpah ke dalam pasar. Kalau siang, panasnya minta ampun. Belum lagi lapak yang dibuat terbuka sehingga di lapak itu para pedagang tidak bisa menyimpan barang-barang mereka. Khawatir dimakan tikus, katanya.

Tak ada kata lagi. Pejabat itu menepuk pundak saya, lalu bilang "Ya sudah, ya sudah"

Komentar