Saya banyak
mendapatkan pelajaran dari urusan zakat mal. Salah satunya untuk mensegerakan
membayar zakat. Bila tidak menyegerakan membayar zakat, sepengalaman saya, ada
saja hal-hal yang tidak kita inginkan, tiba-tiba muncul.
Salah satu
contohnya beberapa waktu lalu. Di kantor saya, gaji bulanan selalu ditransfer
setiap tanggal 27. Begitu saya menerima gaji, sudah menjadi kebiasaan bagi saya
untuk segera menzakati gaji bulanan yang saya terima. Sebelum bertransaksi
dengan manusia, misalnya, membayar hutang dan membeli apa pun, selalu saya
dahulukan untuk membayar zakat terlebih dahulu. Bagi saya, transaksi dengan
Allah, yakni melalui membayar zakat, adalah hal utama. Sisanya, tentu setelah
selesai bertransaksi dengan Allah.
Selasa, 27 Agustus
2013 lalu, saya gajian. Setelah tanggal itu, biasanya selang sehari atau dua
hari saya langsung membayar zakat ke panitia zakat. Selama ini saya membayar
zakat di dua tempat, yakni melalui Yayasan Solo Peduli yang kantornya segedung
dengan tempat kerja saya. Lalu yang kedua yakni membayar zakat melalui Yayasan
Majlis Tafsir Alquran, tempat ngaji saya.
Sehari atau dua
hari setelah gajian, biasanya saya mengambil uang di ATM BCA di kantor, lalu
langsung membayarkannya ke Solo Peduli. Selain dekat dengan kantor, setelah
membayar zakat, para pembayar zakat biasanya akan mendapatkan satu majalah
Hadila edisi terbaru. Bila tidak sempat ke Solo Peduli, saya biasanya membayar
zakat ke MTA, yang berlokasi di depan Keraton Mangkunegaran, Solo.
Namun entah mengapa,
setelah tanggal 27 itu saya menunda membayarkannya. Padahal di benak sudah ada
niat untuk membayar zakat. Tapi karena hal apa saya tidak tahu, saya tidak
langsung membayarkannya.
Kamis, 29 Agustus
2013, saya mendapatkan surat edaran mutasi kerja dari kantor bahwa saya tidak
lagi bertugas di Sukoharjo, tapi bertugas di Mingguan. Saya langsung berpikir
bahwa esok hari saya harus ke kantor untuk mengcopy semua file berita di
Mingguan, terutama untuk rubrik yang saya handel. Kamis malam saya mencari flashdisk
4 giga milik saya di kos. Saya cari di tas tidak ketemu. Di berbagai sudut
ruang kamar kos juga tak saya temui.
Saya berpikir,
kemungkinan flasdisk hitam itu tertinggal di Pressroom Pemkab Sukoharjo, di
mana sebelumnya saya pernah mengetik berita di situ. Jumat pagi, 30 Agustus
2013, saya ke Pressroom. Laci meja komputer Pressroom saya teliti. Beberapa
rekan wartawan saya tanyai. Namun pencarian nihil. Sampai akhirnya saya agak
putus asa dan mengcopy file berita di kantor dengan flasdisk lain yang saya
miliki.
Saya lalu
berfikir, apakah ini balasan dari-Nya, ketika saya tidak segera membayar zakat,
ya? Tak berpikir panjang, pendapat pribadi saya itu pun saya iyakan. Tentu
bukan hanya karena saya belum membayar zakat, tapi juga faktor keteledoran saya
yang menempatkan flasdisk tidak pada tempatnya.
Mengetahui hal
itu, saya langsung pergi ke ATM terdekat untuk mengambil duit. Saya sisihkan
uang beberapa ribu rupiah di dompet, khusus untuk membayar zakat. Namun karena
adanya berbagai kepentingan, uang di dompet yang sejatinya untuk membayar
zakat, justru habis untuk membayar ini dan itu. Salah satunya yakni untuk
ongkos naik bus saat pulang ke Semarang.
Saya sudah mulai
bosan dengan kondisi saya yang tidak segera sadar membayarkan zakat. Saya lalu
move on untuk mengambil uang lagi di ATM, Senin malam, 1 September 2013, untuk
membayar zakat. Saya mikir, esok hari akan saya bayarkan uang itu ke Solo
Peduli, agar saya juga mendapatkan balasan berupa satu eksemplar majalah
Hadila.
Selasa pagi,
siang, sore, rupanya saya tidak kunjung membayarkan uang itu ke Solo Peduli.
Padahal sebenarnya, Selasa pagi saya ada waktu lowong untuk bisa membayarkan
zakat itu ke MTA. Namun karena saya memberatkan membayar zakat ke Solo Peduli,
dengan niatan akan mendapatkan majalah Hadila edisi terbaru, maka niat itu saya
urungkan.
Nah, saya mulai
gelisah lagi. Kalau tidak segera saya bayarkan, entah kejadian apa lagi yang
akan menimpa saya saat itu. Akhirnya sepulang kerja, Selasa malam, saya
sempatkan ke kantor MTA untuk membayar zakat. Saya urungkan niat untuk membayar
zakat ke Solo Peduli, karena pertama, kantor Solo Peduli saat malam hari sudah
tutup. Solo Peduli hanya buka pagi-sore. Kedua, niat saya membayar zakat
rupanya baru saya sadari, sudah melenceng dari niat awal. Semula membayar zakat
karena ingin menyucikan harta yang saya miliki dan ridho dari Allah, tapi sudah
melenceng yakni ingin mendapatkan majalah Hadila seri terbaru.
Astaghfirullahaladzim. Niat itu seharusnya tidak ada dalam pikiran saya.
Maka malam itu
juga saya berpikir untuk menyegerakan membayar zakat. Bismillahirahmanirrahim,
tanpa tendensi apa pun kecuali untuk menyucikan harta saya, akhirnya malam itu
saya bisa membayar zakat.
Tanpa saya
sadari, ternyata sudah terpaut sepekan dari hari yang seharusnya saya membayar
zakat. Bagi saya, zakat mal tidak bisa dipandang remeh. Berbagai kejadian yang
saya alami secara langsung, tentu itu adalah kehendak dari-Nya. Salah satu hal
yang mempengaruhi besar kecilnya kehendak-Nya, yakni zakat. Maka segeralah
membayar zakat.
cobalah mendaftarkan diri pada Baznas; dapatkan NPWZ (nomor pokok wajib zakat) dan transfer setiap kali menerima gaji. praktis, menurutku :)
BalasHapus