Berbagi Pengalaman dan Kangen-kangenan



Ah, sudah berapa tahun ya, aku tidak menginjakkan kaki di SMA MTA Surakarta, tempatku menimba ilmu selama tiga tahun di sana. Aku ingat-ingat, sepertinya sejak aku lulus dari SMA, 11 tahun yang lalu. Lama sekali ternyata, hahaha.

Saat aku liputan di wilayah Mojolaban, Sukoharjo, sebenarnya aku melewati depan sekolahku itu. Bahkan hampir setiap hari aku melaluinya. Tapi baru Sabtu (9/2) lalu aku bisa mampir ke sekolahku tercinta itu.

Ternyata Mun'im, temanku semasa SMA dulu, sudah menungguku di sana. Dia saat ini didaulat sebagai Ketua Kasmamta Foundations (KF). Selama perjalanan ke SMA, aku ditelpon dia terus. Tapi tidak aku jawab, karena sedang hujan.

Pukul 14.00 WIB aku tiba di parkiran sekolah. Baju, celana dan sepatuku basah kuyup. Aku mematutkan diri di kamar mandi sekolah sebelum bertemu dengan Mun'im, guru-guru dan para siswa. Maklum, siang itu aku diminta untuk mengisi sharing pengalaman ilmu jurnalistik dengan penerima beasiswa KF, aktifis majalah Gema dan aktifis Kelompok Ilmiah Remaja (KIR).

Sebelum beranjak ke ruang multimedia, tempat di mana aku sharing ilmu jurnalistik, aku dan Mun'im berpapasan dengan Pak Tutut, guru Bahasa Inggris. Beliau tampak tidak jauh berbeda dengan 11 tahun lalu. Tatapan mata, jenggot, logat dan tubuhnya yang tidak begitu gemuk, tak jauh berbeda dengan Pak Tutut yang pernah jadi wali kelasku dulu pas kelas III-IPS-2. Ternyata beliau tidak lupa dengan saya, hihihi.

Di saat yang sama, kami juga berpapasan dengan Mas Shalahudin, guru Bahasa Arab sekaligus pembina asrama putra dan Pak Sjam Hidayat, guru Seni. Setelah bertegur sapa dan menanyakan kabar masing-masing, kami dan anak-anak ke ruang multimedia di lantai II.

Aku dan Mun'im kompromi sebentar membicarakan sesi sharing yang awalnya hanya berlangsung satu sesi, lalu diubah menjadi dua sesi. Awalnya saya pikir siswa putra dan putri dijadikan satu kelas. Tapi rupanya Bu Siti Hariah, guru Bahasa Indonesia, meminta untuk dijadikan dua sesi. Satu sesi kelas putra, satu sesi lagi untuk putri.

Soal perubahan sesi ini, aku tidak masalah. Tinggal bagi waktu saja. Aku putuskan satu sesi hanya sekitar 1-1,5 jam saja, jadi total 3 jam.

Saya saat berbagi pengalaman di ruang Multimedia, bersama adik-adik kelas.
Setelah ruang multimedia dibuka, kami masuk. Acara dibuka oleh Mun'im. Aku perkenalan sebentar, lalu langsung masuk materi kepenulisan. Aku awali dengan gurauan, lalu lanjut materi menggali ide kepenulisan.

Mereka pun makin tertarik dengan dunia kepenulisan setelah saya berbagai pengalaman waktu saya masih seumuran mereka, tulisan saya sudah beberapa kali dimuat di Solopos. Kini saya bekerja sebagai wartawan di koran yang berkantor di Jl Adi Sucipto 190, Solo, itu.

Banyak pertanyaan dari para siswa yang menanyakan bagaimana tulisan bisa tembus ke media massa. Aku pun memberikan trik dan tips agar tulisan bisa dimuat di media massa.

Tak lupa, di sesi terakhir, saya juga memberikan motivasi kepada para siswa untuk selalu menulis, menulis, menulis, agar menjadi penulis handal. Saya paparkan satu per satu berapa penghasilan dari para penulis terkenal di Indonesia maupun luar negeri. Apa saja yang bisa didapat hanya dari menulis.

Sesi berbagai dengan siswa putra berakhir pukul 15.30 WIB. Kami selanjutnya shalat ashar berjamaah di masjid sekolah.

Seusai shalat, aku berpapasan dengan Pak Diastono, Kepala SMA MTA Surakarta. Dulu Pak Dias ini adalah guru Kimia. Saya tidak terlalu suka pelajaran Kimia, karena penuh dengan istilah-istilah yang tidak familiar di telinga. Tapi kalau pas praktik Kimia di laboratorium, saya suka, karena bisa bereksperimen apa saja di sana, hehehe.

Setelah menanyakan kabar terkini masing-masing dari kami, aku pamitan menuju ke kelas berbagi untuk siswa putri. Pukul 15.45 WIB kami memulai. Lagi-lagi diawali dengan perkenalan di kelas putri ini oleh Mun’im. Setelah itu materi yang sama sampaikan hampir sama dengan kelas sebelumnya.

Jadi guru sebentar di kelas putri, hehehe
Siswa putri yang mengikuti materi lebih sedikit daripada siswa putra. Namun yang saya rasakan, antusiasme siswa putri jauh lebih besar daripada siswa putra. Banyak hal yang ditanyakan kepada saya oleh siswa putri. Tentu saja mengenai kepenulisan.

Agar berbeda dengan kelas sebelumnya, mereka saya minta untuk menuliskan apa saja yang ada di pikiran mereka ke dalam bentuk tulisan. Mereka pun mengambil aalat tulis dan segera menuliskan apa yang mereka maui. Saya memberi waktu lima menit. Jadi atau tidak jadi, segera dikumpulkan, macam ujian sekolah, hehehe.

Lima menit berlalu, lebih dari 20 lembar kertas sudah di tangan saya. Satu per satu saya baca tulisan mereka. Tidak semua tulisan saya baca memang, karena keterbatasan waktu. Saya hanya membicarakan diksi, pemakaian tanda baca, judul, pemotogan kalimat dan sebagainya.

Saking asyiknya memberikan materi, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 18.00 WIB. Hari sudah petang. Waktu sharing juga sudah habis dan mendekati maghrib. Saya dan Mun’im pun pamit.

Selanjutnya, saya menunggu action dari para siswa untuk menghasilkan karya tulisan. Saya juga berharap apa yang saya sampaikan itu tidak hanya didengar dan dicermati, tapi juga dipraktikkan. Bukankan ilmu yang tidak dipraktikkan itu seperti pohon yang tak berbuah?

Komentar