KALI PERTAMA BUKA WARUNG

Hari pertama buka warung, ada saja kejadian tak terduga yang saya alami.

Pukul 09.00 WIB, Rabu, 10 Juni 2015 lalu, ceritanya saya buka dan jaga warung sendirian. Beberapa jam berlalu, tidak ada satu pembeli pun yang berkunjung ke warung saya yang berlokasi di pinggir Jl. Alkautsar, Mendungan, Kelurahan Pabelan, Kartasura, Sukoharjo.

Agak siang sekira pukul 11.00 WIB, datang seorang pembeli. Ah akhirnya ada pembeli juga, pikir saya. Senangnya bukan main. Rasa senang saya waktu itu bisa dibilang sebanding dengan perasaan harap-harap cemas, ketika akan bertemu dengan artis India favorit saya, Rani Mukherjee, barangkali, haha. Mbak Rani Mukherjee, plis, datanglah ke warung makan Ayam Slempang. Kujamu kau dengan menu ayam slempang yang nglawuhi banget! Do you know nglawuhi, Mbak Rani? :D

Si mbak pembeli pertama ini memesan ayam penyet dan nasi sepiring. Sambil menggoreng ayam, saya senyum-senyum sendiri di dapur. Untung ada sekat antara dapur dan ruang makan, jadi mbak e tidak tahu kalau saya sebenarnya senyum girang karena kedatangan pembeli. Matur tengkyu ya mbak, sudah jadi pembeli pertama di warung saya :)

"Mau minum apa, Mbak? Es teh, teh anget, jeruk?" tanyaku menawarkan minuman, setelah menghidangkan nasi ayam penyet kepada si mbak.

"Ndak minum, Mas. Ini sudah bawa minum sendiri," kata dia.

Sambil makan sendirian di warung, si mbak lebih banyak diam. Tangan kanannya mengambil suap demi suap nasi penyet ayam. Tangan kirinya sibuk memainkan smartphone layar sentuh alias tunyuk-tunyuk handphone. Yah, mainstream banget sih mbak kesibukanmu.

Biar tidak diam saja di warung, saya guyoni si mbak tadi. "Hati-hati lho mbak, hapenya nanti bisa hilang kalau makan sambil main hape."

"Kok bisa?"

"Ya siapa tahu mbak e khilaf. Pas makan, hape dikira tempe, jadinya tertelan," guyonku. Si mbak tertawa. Tapi untung tidak tersedak.

Selesai makan, si mbak bertanya berapa total harga makanan yang disantapnya. Langsung kujawab semuanya Rp 5.500. "Beneran, Mas, harganya segitu? Nggak dikorting kan ini?"

"Nggak mbak, memang harganya segitu," jawabku.

Si mbak langsung menyodorkan uang pas, lalu pergi.

Alhamdulillah, batinku. Rezeki seberapa pun saya syukuri. Namanya juga usaha, rumusnya kan step by step, sedikit demi sedikit untuk meraih rezeki.

Setelah beberapa menit sejak kepergian si mbak tadi, saya pikir-pikir lagi, kok rasanya ada yang janggal dengan hitunganku ya? Aku mengingat lagi apa saja yang dipesan pembeli pertama di WM Ayam Slempang tadi.

Ealaah, ternyata saya hanya menghitung harga lauknya dan lupa menghitung harga nasi. Hadaahh.. Tapi yoweslah, sudah terlanjur, mau diapakan lagi? Kalau saya tidak teledor menghitung, seharusnya si mbak bayar Rp 7.500.

Namanya juga pengalaman pertama buka warung. Masih grotal-gratul menghitung harga menu, menurut saya hal yang wajar. Lupa untuk menjumlahkan harga makanan adalah kekhilafan yang masih bisa diampuni. Ditambah lagi mungkin karena saya terlalu senang orang datang ke warung, sehingga saya lupa untuk memasukkan nasi dalam jumlah pembelian. Mungkin ini yang dinamakan kebahagiaan yang melenakan :D

Siang sekitar jam 11.30 WIB, adzan duhur berkumandang dari Masjid Alkautsar yang berada di sebelah barat WM Ayam Slempang.

Pintu lipat warung depan saya tutup dan hanya menyisakan satu lipatan yang tetap terbuka. Sedangkan pintu belakang saya biarkan terbuka. Warung saya tinggal sebentar karena saya mau shalat duhur di masjid.

Selepas shalat, saya kembali ke warung. Persis di depan pintu yang masih sedikit terbuka, saya melihat ada tulang ayam bagian paha, tergeletak di depan pintu. Wah, sepertinya ada yang mengusik ayam-ayamku. Aku perkirakan tersangka utamanya adalah kucing-kucing yang sering berkeliaran di sekitar warung.

Aku cek di wadah, ternyata benar, ada paha ayam yang berkurang. Tapi tak masalah, toh hanya satu paha semata yang 'hilang', jadi tidak rugi-rugi banget.

Tapi karena penasaran, akhirnya kuhitung ulang calon ayam goreng di atas meja. Haladalah! Ternyata ada 4 paha ayam yang hilang. Bisa jadi kucing yang mencuri di warungku bukan hanya satu, melainkan segerombolan kucing lapar dan tak bertuan.

Saya membayangkan gerombolan kucing dengan lahap melumat daging ayam yang gurih itu dengan nafsu makan maksimal versi kucing. Mereka bancakan, empat paha ayam disikat habis oleh segerombol kucing. Mungkin saat itu mereka juga bisa suap-suapan.

Atau bisa jadi juga hanya satu kucing yang mencuri. Satu paha ayam dia makan di warung, sedangkan tiga paha yang lain dibawa pulang untuk dia berikan ke anak-anaknya, sanak familinya atau tetangganya. Sungguh mulia sekali hatimu, Cing. Tapi aku pikir hal ini mustahil untuk dilakukan kucing.

Ah tapi sudahlah. Toh ini juga kesalahan saya yang teledor membiarkan pintu warung terbuka. Meskipun terbuka sedikit, tapi itu adalah celah yang sangat lebar bagi kucing untuk masuk ke warung.

Bahagialah selalu kau, Cing, karena telah makan enak di warungku. Gratis pula. #akurapopo

Komentar